Selasa, 06 Desember 2011

cerpen "Mirza"

            Hembusan udara pagi ditemani secangkir susu hangat menemani pagiku. Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang sudah tidak aneh ditelingaku. “Bisa engga sih, sehari aja Ayah sama Bunda engga berantem?” Ucapnya dalam hati.


* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Jumat, 8 September 2007

                Tetesan air mata, tak terasa membasahi pipiku. ketika ku baca surat perceraian kedua orang tuaku. Yang tak sengaja ku temukan dilemari Bunda. Semenjak itu, keadaan berubah. Hak asuh aku dan kakakku jatuh ketangan Bunda. Canda dan tawa yang dulu kurasakan, hilang begitu saja. Kini, pelukan kasih sayang dari seorang Ayah tak dapat kurasan. Setiap hari, Bunda bekerja dari pagi sampai malam. Hanya kakakku lah yang selalu ada untukku. Mizan Al-Furqon namanya.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Aku        : “Aa, cepet! Nanti telat!”
                Mizan Berlari menuju mobil.
Mizan    : “Iya, adikku sayang, Mirza Al-Furqon” Sambil tersenyum.
Mizan    : “Silahkan tuan putri” Sambil membuka kan pintu mobil untukku dan tersenyum.
Aku        : “Makasih pangeran” Kubalas senyumannya.
Aku        : “Yang ngebut ya A? hehe”
Mizan    : “Siap bos!”
                Begitu sampai didepan sekolahku.
Mizan    : “Mau Aa jemput jam berapa de?”
Aku        : “Sepulangnya Aa sekolah aja”
Mizan    : “oh yaudah, nanti Aa langsung jemput dede”
Aku        : “Ok”
                Ku cium tangan kakakku, tak lupa ku ucap “Assalamu’alaikum”.
Mizan    : “Wa’alaikumsallam, belajar yang bener ya de” Sambil mengelus kepalaku.
Aku        : “Iya Aa ku” Kuberikan senyuman terbaikku untuknya.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

-To Be Continue-
Ema Triwahyuni
XI Ipa 3
16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar